• Breaking News

    Balanipa : Imaga Daeng Riosok Sang Penakluk Arung Palakka

    Ilustrasi
    Pada abad ke XVII di Sulawesi selatan dan Sulawesi barat sekarang, saat itu diwarnai berbagai pertumpahan Darah dari beberapa kerajaan yang bertempur untuk kepentingan ekspansi wilayah kekusaan dan mempertahankan wilayah, Kerajaan Gowa Tallo merupakan salah satu Kerajaan terbesar di Nusantara saat itu. Di abad XVII ketegangan kerajaan Gowa dari beberapa wilayah kekuasaannya yang memberontak termasuk dengan keberadaan kerajaan Bone yang mulai bangkit dari ketertindasan kerajaan Gowa.

    Bone, melalui Rajanya, Arumpone Itata Tomalampe Gammana Arung Palakka yang memanfaatkan situasi kedatangan Kolonialisme belanda ke Indonesia pada masa itu menyerang kerajaan Gowa, dengan bantuan dari Belanda dan sokongan kerajaan – kerajaan kecil Bugis lainnya.

    Keberadaan kerajaan Gowa yang terikat secara adat dan kekeluargaan dengan Kerajaan Balanipa Mandar selalu mendapat kemenangan, bahkan disetiap pertempuran termasuk menaklukkan Pariaman, lohe Samudra Pasai Sumatra dan meruntuhkan kerajaan Buton yang hendak memberontak, Karaeng ri Gowa yang selalu mendapat bala Batuan dari Ba’bana Binanga Mandar, terjalin sejak masa Todilaling Mara’dia I Balanipa. Peperangan yang sempat menyeret pula Arungpalakka menjadi pelarian Sampai ke Buton.

    Barulah ketika pertempuran besar – besaran di Galesong, menyatunya Bone dengan kerajaan – kerajan pemberontak, termasuk Sinjai dan bantuan dari Belanda mengempur Makassar dan mengambil alih wilayah kekuasaan. Dimana dipihak Gowa dibantu 40 Perahu Bala Tentara dari Mara’dia  Mandar Balanipa, kemudian disusul pasukan tambahan Sendana, Pamboang ,Banggae dan Mamuju. 

    Pasca kekalahan Gowa di pertempuran terbesar di Galesong Makassar, antara Kerajaan Gowa yang dibantu oleh Ba’bana Binanga Mandar, saat itu Ba’bana Binanga dipimpin oleh Daeng Malarri (To Matindo di Galesong/ Todipesso di Galesong) Mara’dia Balanipa Ke- X dan pasukan Gowa dipimpin langsung oleh Sultan Hasanuddin (Ayam Jantan Dari Timur), perang tersebut ketika melawan Kerajaan Bone yang dipimpin Oleh Arungpone Itata Tomalampe Gmmana Arungpalaka yang dibantu oleh Bala tentara Belanda.

    Hanya Sultan Hasanuddin yang selamat setelah menyerahkan diri diperang yang tidak satupun menyisahakan pasukan Gowa dan Ba’bana Binanga, termasuk menewaskan Mara’dia Balanipa Daeng Malarri’dan bergelar Todipesso di Galesong (orang yang dikepung digalesong) atau Tomatindo di Galesong (orang yang meninggal di galesong).

    Di Balanipa Mandar Daeng Malarri sebagai Mara’dia ke X Balanipa, meninggalkan Tahta yang kosong, sehingga kaum hadat (Papuangan) sepakat melantik Puatta Ilambo, Mengantikan Daeng Malarri.

    Tahun 1906, Itata Tomalampe Gammena Arung Palakka mengirim utusan ke Balanipa, untuk ikut pada aturan Kerajaan Bone, dengan dalih bahwa sesama pengikut Nabi dan Karaeng di gowa telah kalah. Namun serta merta Puatta Ilambo menolak ajakan tersebut, karena kesepakatan Adat dengan Gowa yang telah Turun temurun untuk tidak dilanggar. Hal tersebut membuat Arungpalaka marah dan memutuskan menyerang Balanipa sebaghai Pusat Pemerintahan di Mandar, Arung Palakka dengan kekuatan 10.000 pasukan terlatih dan ribuan pasukan kuda bayangan (Tentara Gaib), dengan sokongan dengan Bala Tentara pasukan Belanda, berhasil mebuat Pasukan Balanipa Kerepotan.

    Sehingga peperangan yang berkobar membuat pihak Balanipa Mandar menghadapi keresahan , mereka mundur sampai ke Napao bertahan di Pendulangan, bahkan Bone membakar sampai Ke Kandeapi Tinambung.

    Puatta Ilambo segera memanggil para kaum Hadat untuk berunding di Napo dan memanggil ba’nana binanga yang masih bertahan, sementara perang terus membuat pihak Balanipa semakin Terpuruk. Berkata Putta Ilambo. “INNAI – INNAI MALA MAPPAKE’DE SIRIQNA BALANIPA, NAMAPATUMBALLE LITA’ MANDAR IYA TOMO TIA NADISORONG DAI DI PE’ULUANG”.

    Susana terdiam tidak satupun yang menyahut.,Hanya seorang bernama Imaga Daeng Riosok, seorang anak Pattola Payung Turunan Pappuangan di Batulaya, yang merupakan cucu dari Todigayang di Buku Mara’dia Ke V Balanipa.

    Daeng Riosok Tampil dan sedia Memimpin Pasukan Balanipa, dan berkata Daeng Riosok “INDITIA TOMMUANE BANNANG PUTE SARANA, MELO’DICINGGA’ MELO’DILANGO – LANGO, dan dilanjutkan “INNAIMO NAUSOLANGAN  TUO MATE”  Susana kembali terdiam hanya Mara’dia Banggae’lah bergelar Anak Majoli – jolinna Balanipa yang siap menemani Daeng Riosok, berkata Mara’dia Banggae’  DOTAI MALAI BAKKEU DAI TAMMALA TUMBALLE’ SIRIQNA LITA” MANDAR” .

    Merekalah yang akan meminpin pasukan 40 orang untuk menahan gempuran Belanda dan Bone. Daeng Riosok dengan Parang (Kowi Kalewang) yang berpunggung tiga jari orang dewasa. Daeng Riosok Pulang Kerumah dan membakar kemenyan, setelah melakukan ritual Kenduri beliau pergi tidur dan berpesan pada istrinya untuk tidak mengganggunya dulu. Daeng Riosok Bermimpi, seorang laki – laki tua menyuruhnya Ketodilaling di pohon besar (Ponna Lambe’), disana ada Kuda Putih dan terdapat Jimat di lehernya.

    Keesokan harinya disituasi yang semakin genting, Daeng Riosok segera menuju Ke Napo mencari kuda tersebut dan ternyata benar ada kuda putih dan jimat.Berangkatlah daeng Riosok dan mara’dia banggae’ dengan 40 orang pasukan. Kuda yang ditunggangi daeng Riosok begitu kencang, seakan tak menyentuh tanah, bagai anak panah yang lepas dari busurnya.

    Imaga Daeng Riosok yang tidak mampan senjata Apapun mampu membalikkan situasi, berangsur – anggsur Bone  mundur dan bertahan Di lawuang Campalagian, hingga mundurlah pasukan Bone sampai ke Paku sampai kewilayah pinrang pajalele.

    Namun kejadian menyedihkan terjadi, Mara’di Banggae’tewas dan dimakamkan di salombo usai perang, bergelarlah ia tomatindo disalombo. Hal ini membuat daeng Riosok semakain mengamuk, Arung Palakka melarikan diri, daeng Riosok mengejar samapai ke Bone, pasukan banggae’  mau membawa pulang puangya. Daeng Riosok bilang jangan kau bawa dulu puangmu saya sudah berjanji sehidup semati dengannya”.Dengan mengendong mayat mara’dia banggae’ daeng Riosok bertempur bagai singa kelaparan.

    Seorang penysup Balanipa ikut dalam rombongan bone, dan ikut makan bersama raja bone dikulitilah pohon besar dihalaman istana sebagai tanda bahwa istana dalam keadaan lemah, lalu menghadap ke daeng Riosok, Setelah bertahan beberapa hari di Bone mendirikan barak – barak maka diputuskan untuk membakar istana Bone dan perkampungan. Tidak begitu lama, karena dikhwatirkan mayat Mara’dia Banggae akan membusuk dan hancur maka pulanglah segera. Daeng riosok membawa 40 puluh lembar rotan sepanjang 30 meter untuk menusuk kepala musuh yang telah dipenggal dan dibawa ke Balanipa. Seusai perang Arungpalakka mengajukan Damai kepada Balanipa di Pare – Pare, disanalah dikenal dengan Perjanjian Ajetappareng.

    Salah satu kesepakatan damai berbunyi, bahwa Balanipa Mandar bersaudara dengan Bone, dan tidak akan saling perang, jika Bone di Mandar maka Mandarlah dia, jika Mandar di Bone maka Bonelah dia. Sesuai janji Putta Ilambo, Daeng Riosok diangkat dan dilantik sebagai Mara’dia Balanipa. Beliau memipin dengan bijak.

    Daeng Riosok Membantu Arungpalakka
    Suatu hari, Arungpalakka mengirim utusan ke Balanipa, suroe ribone membawa surat, yang penggalan isinya “ atas nama Nabi Muhammad, saudaraku Mandar sudikah engkau kiranya membantu saudaramu bone untuk memberi minum air Putih “setelah membaca surat tersebut Daeng riosok menghentakkan kerisnya, dan berkata” Besok kita berangkat ke bone, saudara kita meminta bantuan minum Air putih. Panggil Ba’bana Binanga binuang tidak usah tetap di Mandar.

    Sesampai di Bone, berkata Arungpalakka siapkah saudaraq melaksanakan permintaan ini. Berkata daeng Riosok , asal tidak mundur nantinya. Maka memilihlah kuda daeng riosok dan dikawal oleh mara’dia banggae’ .

    Arungpone : nantilah saudaraku mandar menyerang, orang bone dan luwu masih perang, luwu susah ditaklukkan, pasukan bone semakin berkurang, nantilah ada isyarat dariku.

    Namun Daeng Riosok tidak sabar dan turun kemedan perang, bertempurlah di Palopo. Namun luwu masih sangat kuat. Segeralah mara’dia banggae’ menghentakkan kuda untuk melarikan daeng Riosok. Berkata daeng Riosok “ janganlah kita lari, nanti lari Tanah Luwu’ ini baru kita Mati. Tanpa ampun Ba’bana binanga yang dipimpin daeng Riosok terus mengempur kerajaan luwu’ samapi runtuhlah luwu’ di tangan Ba’bana binanga untuk bone, seusai perang berdamailah Bone dengan luwu’ dan raja palopo direbutlah, soppeng dan wajo . dan genap menjadi bocco’ tellue.

    Daeng Riosok ingin segera pulang, di mandar tidak terlalu baik ditinggal begitu lama kata daeng Riosok.

    Arumpone : janganlah dulu pulang saudaraku. Saya berterimaksih telah menaggung malunya bone, tidak ada yuang bisa kuberikan sebab negerimu juga kaya, ambillah budakku dan bawa ke Balanipa, apapun yang akan kau perintahkan.

    Tapi tinggallah sebentar kita akan mengadakan sabung ayam, tapi daeng Riosok tidak punya ayam, tapi malam hari dalam tidurnya daeng riosok bermimpi, ada orang tua datang menggendong ayam hijau. keeseokan harinya digelar sabung ayam di alun – alun istana. Daeng riosok tidak punya ayam tapi benar orang tua itu datang, diambillah ayam itu oleh daeng riosok dan diberi nama I Buluparra” (yang bergelar Manu’sapparayanna Balanipa, atau manu buluparra’ Batulaya ).

    Daeng Riosok mempertaruhkan keris dan kepalanya, arung pone, soppeng wajo dan luwu; menertawainya. Ayam dilepaskan kedalam gelanggang , saying I Bulu parra” patah daeng Riosok segera menuju gelanggang dan berkata pada I Bulu parra’ Ooo bulu parra’ dao balisa dini banda’ dao mate mua’ tu’u mateo, mate toa. “ lalu berkokokl I buluparrak dan kembali diadu dan membunuh lawannya.

    Daeng riosok segera mau pulang, masih ditahan oleh arung pone. Berkatalah daeng riosok.” Besok pagi jika ayamq berjenggot saya harus pulang, keesokan harinya ayamnya berjenggot dan pulanglah daeng riosok ke mandar. Sesampai di Balanipa daeng riosok kembali setelah lama pergi, disaat yang bersamaan kaum hadat ingin mencarikan pengganti karena dikiranya tidak akan kembali, tapi niat itu diurungkan karena daeng riosok masih sehat wal’afiat.

    Daeng riosok kembali menjalankan tampuk pemerintahan di Balanipa, namun seiring berjalannya waktu, beliau menjadi kejam dan serakah sampai suatu ketika daeng riosok juga mengambil istri dari mara’dia Pamboang Yang bergelar I pura Para’bue’.

    Daeng Riosok terprofokasi oleh seseorang, belum cukup keagungan raja jika tak punya pendamping baru, dan yang paling pantas mendampingi mara’dia adalah I pura para’bue’ istri Raja Pamboang.

    Daeng riosok mengirim utusan kepamboang, utusan menyampaikan maksud pada raja pamboang bahwa. Mara’dia daeng riosok ingin meminang istrinya, berkata maradia pamboang”  indappai mala tira’bi’ gayang lekkongngu, andiappai mala mappau kalewanggu anna mala na’ala, gesarpai boyangu, nali’aipai bakkeu. Daeng riosok geram mendengar itu. Dia menuju pamboang dan menikam mara’dia pamboang. Tewaslah mara’dia pamboang yang tak lain anak bungsu balanipa. I pura para’ bue dibawah pulang.

    Kejadian itu membuat Daeng riosok dikecam oleh sappulo sokko, appe banua kayyang Balanipa agar segera turun dari jabatannya sebagai Mara’dia Balanipa. Karena dikhwatirkan memecah belah ba’bana binanga. Namun keberadaan beliu sebagai mara’dia tidak mampu tertandingi ,tidak satupun berani melawannya. namun suatu hari tanpa diketahui penyebab pasti daeng riosok ditemukan tewas terpenggal dimarica ga’de sekarang , dan bergelarlah dia tomate dipolong tomatondo, To Matindo di marica setalah sebelumnya mendapat gelar Tomappatumballe Lita" Mandar.

    No comments