Kultum Ramadhan Malam Ke 18 : Banyak-Banyak Istighfar di Akhir Ramadhan
![]() |
Materi Kultum Malam Ke 18 : Banyak-Banyak Istighfar di Akhir Ramadhan |
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ
Tiada kata yang paling
indah untuk diucapkan selain memanjatkan puji syukur kehadiran Allah SWT karena
berkah dan rahmat-Nya sehingga pada kesempatan ini, tahun ini, kita masih
diberikan kekuatan, napas serta kesehatan sehingga kita masih dipertemukan oleh
bulan Ramadhan tahun ini. Marilah kita sambut Ramadhan dengan perasaan riang
gembira serta mengucapkan “Marhaban ya Ramadhan” sambutan yang berarti penuh
kegembiraan, lapang dada, suka cita dan tidak ada batasan pada tamu yang sangat
dinantikan oleh seluruh umat islam seluruh dunia.
Jamaah yang dirahmati
oleh Allah SWT
Istighfar adalah
meminta ampunan pada Allah. Istighfar adalah penutup setiap amalan sholih.
Shalat lima waktu, haji, shalat malam, dan pertemuan dalam majelis biasa
ditutup dengan amalan dzikir istighfar ini. Jika istighfar berfungsi sebagai
dzikir, maka itu jadi penambah pahala. Sedangkan jika ada sesuatu yang sia-sia
dalam ibadah, maka fungsi istighfar sebagai kafaroh (penambal).
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz
pernah membuat tulisan yang ingin dikirimkan ke berbagai ke negeri. Isi surat
tersebut adalah memerintahkan mereka untuk menutup bulan Ramadhan dengan
istighfar dan shodaqoh yaitu zakat fithri. Karena zakat fithri menyucikan orang
yang berpuasa dari hal-hal yang sia-sia dan dari kata-kata yang haram.
Sedangkan bacaan istighfar adalah sebagai penambal atas kekurangan yang
dilakukan saat puasa karena melakukan hal-hal yang sia-sia dan haram. Oleh
karena itu, sebagian ulama mengibaratkan shodaqoh fithri (zakat fitrah) seperti
sujud sahwi dalam shalat.
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz
menulis dalam kitabnya tersebut,”Ucapkanlah seperti yang diucapkan oleh ayah
kalian Adam ‘alaihis salam,
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا
وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Ya Tuhan kami, kami
telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan
memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi” (QS. Al A’rof: 23).
Ucapkanlah seperti yang
diucapkan Nuh ‘alaihis salam,
وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُن مِّنَ
الْخَاسِرِينَ
“Dan sekiranya Engkau
tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku,
niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Hud: 47)
Ucapkanlah seperti yang
diucapkan Ibrahim ‘alaihis salam,
وَالَّذِي أَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ
لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ
“dan Yang amat
kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat” (QS. Asy Syu’ara: 82)
Ucapkanlah seperti yang
diucapkan Musa ‘alaihis salam,
رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي
“Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku” (QS.
Al Qashash: 16)
Begitu pula ucapkanlah
seperti yang diucapkan Dzun Nun (Yunus) ‘alaihis salam,
لَّا إِلَٰهَ إِلَّا أَنتَ
سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Bahwa tidak ada Tuhan
selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang
yang zalim” (QS. Al Anbiya': 87)
Puasa kita butuh pada
istighfar, sedangkan amalan sholih sebagai penggenapnya. Bukanlah puasa kita
penuh cacat dikarenakan pelanggaran yang kita lakukan saat puasa?. Sebagian
salaf berkata setelah kita shalat, maka kita beristighfar untuk menambal cacat
dalam shalat. Ini dilakukan sebagaimana orang yang berbuat dosa beristighfar.
Inilah keadaan orang-orang yang bagus ibadahnya (muhsin). Sedangan para pelaku
maksiat, bagaimana keadaan keseharian mereka? Sungguh merugi jika waktu untuk berbuat
baik malah berbalik menjadi maksiat. Lalu waktu berbuat taat, malah jadi waktu
sia-sia.
Al Hasan Al Bashri
berkata, “Perbanyaklah istighfar karena kalian tidaklah tahu kapan waktu
turunnya rahmat. Lukman pun pernah berkata pada anaknya, “Wahai anakkku,
basahilah lisanmu dengan bacaan istighfar (permohonan ampun pada Allah) karena
Allah telah memilih beberapa waktu yang do’a orang yang meminta tidak tertolak
saat itu”.
Demikian ringkasan dari
Lathoiful Ma’arif, karya Ibnu Rajab, hal. 376-378. Semoga di penghujung
Ramadhan, kita mendapat banyak maghfiroh dari Allah.
Sungguh bulan Ramadhan
memiliki kedudukan istimewa daripada 11 bulan yang lain. Semoga kita masih bisa
dipertemukan dengan bulan Ramadhan yang akan datang...Aamiin
Sumber : Kultum Ramadhan
No comments
Post a Comment