• Breaking News

    PPP Lagi Kisruh, Nasib Agus-Sylvi Diujung Tanduk

    JAKARTA, Kisruh di tubuh Partai Persatuan Pembangunan kembali menyeruak ke publik.PPP kubu Djan Faridz mengirimkan surat kepada Menteri Hukum dan HAM meminta agar menganulir Surat Keputusan (SK) pengesahan kepengurusan PPP kubu Romahurmuziy. 

    Wasekjen PPP kubu Djan Faridz, Sudarto, mengatakan surat tersebut dikirim pada Rabu (12/10) kemarin.

    "Betul, kemarin surat sudah dikirimkan kepada Menkum HAM. Yang dilampirkan banyak, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi perubahan kepengurusan dan perubahan AD/ART untuk parpol," kata Sudarto saat dihubungi, Kamis (13/10) kemarin.

    Sudarto menyebut pihaknya berpegang pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 K/Pdt.Sus-Parpol/2015. Adapun amar putusan tersebut berisi pengurus PPP yang sah berdasar merupakan hasil Muktamar Jakarta dengan Ketua Umum Djan Faridz.

    Oleh karena itu, Sudarto menilai SK Menkum HAM untuk Romi tidak sah karena bertentangan dengan Putusan MA itu. Hal ini MA menyatakan kepengurusan Djan Faridz telah memiliki kekuatan hukum tetap.

    "Menkum HAM untuk kubu Romi jelas keliru karena bertentangan dengan putusan MA 601 yang sudah berkekuatan hukum tetap," tegasnya.

    Ditambahkannya, kubu Djan akan mendesak Kemenkum HAM untuk menganulir SK Kepengurusan Romi, sekaligus menetapkan kepengurusan Djan Faridz sebagai struktur yang sah.

    "Sudah seharusnya Menkum HAM menganulir SK Romi dan mengesahkan kepengurusan Ketua Umum H Djan Faridz," terangnya.

    Sebelumnya diketahui, pemerintah sempat menggelar mediasi antara kubu Romi dan Djan di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur beberapa waktu lalu. Muktamar VIII islah itu menetapkan kepengurusan dengan ketum Romi sah dengan keluarnya PermenkumHAM nomor M.HH-06.AH.11.01 tahun 2016.

    Kisruh PPP itu pun bakal mengganggu majunya Agus Harimurti dan Sylviana Murni di Pilgub DKI. Hal ini karena PPP kubu Romi menjadi salah satu parpol yang mengusung pasangan Agus-Sylviana.

    Sudarto mengatakan jika Menkum HAM mengabulkan surat yang menganulir kepengurusan Romi, otomatis akan berpengaruh pada pencalonan Agus Harimurti dan Sylviana Murni di Pilgub DKI.

    "Menurut saya pengaruhnya sangat besar, karena dengan dicabutnya SK Menkum HAM yang mengesahkan Romi, legalitas Romi batal demi hukum dan itu akan berpengaruh terhadap paslon Agus-Sylvi untuk bisa maju atau tidak," kata Sudarto saat dihubungi, Kamis (13/10).

    Pasangan Agus-Sylvi, kata Sudarto, berpotensi gagal maju karena syarat dukungan dari parpol sebanyak 22 kursi di DPRD yang ditetapkan KPU tidak terpenuhi.

    Pasangan Agus-Sylviana saat ini telah mengantongi 38 kursi dari 4 parpol pendukung, yakni Demokrat, PAN, PKB, dan PPP. Suntikan dukungan dari PPP sekitar 10 kursi. Jika dukungan PPP dicabut, paslon ini hanya memiliki 18 kursi. Artinya, pasangan Agus-Sylviana dipastikan gagal maju di Pilgub DKI.

    "Itu sudah secara otomatis, bila tidak terpenuhi syarat 20 persen kursi DPRD bagi partai pengusung Agus-Sylvi dianggap tidak memenuhi syarat sebagai calon," tegasnya.

    Namun Sekjen PPP kubu Romahurmuziy, Arsul Sani mengatakan tidak ada alasan bagi pemerintah untuk mengesahkan kepengurusan PPP kubu Djan Faridz. Pernyataan ini menyusul langkah Djan yang ingin menganulir keputusan Menkum HAM atas kepengurusan PPP kubu Romi.

    "Secara hukum tidak ada pintu masuk untuk mengesahkan kepengurusan Djan Faridz," kata Arsul di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.

    Dia menyebut hal tersebut dibuktikan dengan ditolaknya tuntutan ganti rugi materiil dan immateriil terhadap Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (saat itu) Luhut Pandjaitan, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

    Kubu Djan menilai pemerintah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak menetapkan dan mengesahkan kepengurusan PPP hasil Muktamar Jakarta. Sehingga, Djan menuntut ganti rugi materiil dan imateriil dari pemerintah sebesar Rp 1 triliun.

    "Gugatan Djan Faridz yang menuduh bahwa Presiden, Menkopolhukam dan Menkum HAM telah melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheids daad) dan menuntut ganti rugi Rp 1 triliun serta disahkan kepengurusannya telah ditolak oleh PN Jakpus Selasa minggu lalu," terangnya.

    Kedua, Arsul mengungkapkan kubu Djan telah mengubah sendiri akta notaris kepengurusan PPP dengan modal putusan Mahkamah Agung. Dengan kata lain, Djan Faridz sendiri telah menganulir Putusan MA yang diklaim sebagai putusan yang sah.

    "Djan Faridz telah mengubah sendiri akta notaris yang berisi kepengurusan PPP kubunya yang disebut dalam Putusan MA dengan susunan kepengurusan baru. Artinya, secara sadar Djan Faridz sendiri telah menganulir Putusan MA yang selama ini menjadi klaim keabsahan kepengurusannya," jelasnya.

    Selain itu, lanjut Arsul, Djan Faridz bukan pihak yang berperkara dalam Putusan MA, sehingga secara hukum tidak bisa mengambil manfaat dari Putusan MA tersebut yang notabene merupakan Putusan perkara perdata.

    "Prinsip hukum acara perdata kita adalah hanya pihak-pihak yang dimenangkan dan menjadi pihak dalam perkara tersebut yang bisa mengajukan eksekusi," tegas Arsul.

    Anggota Komisi III ini menambahkan sebelum adanya muktamar islah yang difasilitasi Menkum HAM di Pondok Gede, sudah ada kesepakatan islah bersama mantan Ketum Suryadharma Ali.

    "Ke empat, telah ada proses islah sebelum Muktamar PPP di Pondok Gede April lalu yang diikuti oleh Pak Suryadharma Ali dan Romahurmuziy sebagai pihak-pihak yang semula bersengketa. Termasuk di dalamnya semua pihak dalam perkara yang diputus MA tersebut, kecuali Dimyati Natakusumah, sepakat bermuktamar," tambahnya

    Ditambahkannya, SK Kepengurusan kubu Romi yang dikeluarkan Menkum HAM menjadi jawaban bahwa PTUN Jakarta Pusat harus menolak gugatan kubu Djan.

    "Saat ini Djan Faridz sedang menggugat SK kubu Romi di PTUN Jakarta dan Menkum HAM telah menjawab bahwa PTUN harus tolak gugatan Djan tersebut. Artinya, Menkum HAM bersikap mempertahankan SK yang telah dikeluarkannya atas kepengurusan hasil Muktamar Pondok Gede tersebut," tutup dia.

    Source : merdeka.com

    No comments