• Breaking News

    Sejarah Mandar : Siapa Sebenarnya Todilaling Dan Apa Arti Todilaling ?

    Setiap daerah pasti memiliki pahlawan masing-masing. Pahlawan adalah sosok pemberani laksana superhero yang dibanggakan oleh semua orang. Begitu juga di daerah mandar, salah satu pahlawan yang terkenal adalah I Manyambungi atau Todilaling. Ini dia sejarahnya...

    Sejarah todilaling tidak lepas dari sejarah Mandar secara keseluruhan. I Manyambungi adalah putera dari Tomakaka Napo, Pong ri Gadang. Pada masa mudahnya I Manyambungi pernah menjabat sebagai salah seorang Panglima Perang (Tobarani) kerajaan Gowa di zaman pemerintahan Tumaparissi Kolonna (1510-1546). 

    Pada waktu itu terjadi pertentangan di wilayah negerinya, lalu ia di panggil untuk membantu menyelesaikan persoalan internal tersebut. Keberhasilannya menyelesaikan permasalahan tersebut itu, menyebabkan ia dipilih dan diangkat menjadi pemegang kendali kekuasaan pertama di kerajaan Balanipa yang terbentuk dari persekutuan empat Negeri Besar (Appe Banua Kaiyyang) yaitu, Napo, Samasundu, Todang-todang, dan Mosso, sekitar abad XV tepatnya tahun 1520 M, waktu itu agama Islam belum masuk di Pulau Sulawesi. 

    Pusat pemerintahan Kerajaan ditetapkan di Napo sebagai ibukota kerajaan Balanipa, suatu wilayah yang sejak lama dikenal sebagai Bandar niaga. Ketika mangkat I Manyambungi digantikan oleh putranya Tomepayung. 

    Ketika I Manyambungi di makamkan dengan ritual kerajaan, seluruh persiapan makanan dan peralatan ritual dibawa serta ke dalam liang lahat dan ada 14 orang yang setia pada I Manyambungi yang terdiri dari Pattu’du (penari), dayang-dayang, dan para pengawal yang ikut mengubur diri hidup-hidup ke dalam liang lahat sampai wafat bersamanya. Ritual inilah yang menjadikan I Manyambungi memperoleh gelar dengan sebutan Todilaling (orang yang diangkut bersama dengan perlengkapannya). Gelar ini lebih popular dikalangan orang Mandar dibandingkan nama I Manyambungi sendiri. 

    Jazad Todilaling boleh saja terkubur tetapi, semangat juang dan legenda yang ditinggalkannya tak akan pernah hilang. Legenda itu masih terus mengaung di kompleks pemakamannya di Desa Napo, kecamatan Limboro, Kabupaten Polewali Mandar yang merupakan makam raja pertama Kerajaan Balanipa. 

    Untuk mencapai kompleks pemakaman ini, perjalanan di mulai dari ibukota Polewali menuju ke arah barat kecamatan Balanipa sekitar 30 km lalu di daerah Layonga, berbelok ke arah utara menuju puncak bukit Napo. Untuk mencapai bukit Napo kita berjalan kaki sepanjang 1 km di atas jalan bersemen selebar 2 m. setelah itu, kita menaiki 176 anak tangga menuju makam di puncak bukit dengan ketinggian 237 m diatas permukaan laut (d.p.l). Di areal makam, tampak sebuah pohon beringin yang luar biasa besar. 
    sumeber : tammangalle.com

    No comments