• Breaking News

    BAB VII : PERATURAN PEMERINTAH KEUANGAN TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

    BAB VII
    PINJAMAN DAN PENYERTAAN

    Bagian Pertama
    Pinjaman

    Pasal 25
    (1) Perusahaan Pembiayaan dapat menerima pinjaman dari bank dan/atau badan usaha lainnya berdasarkan perjanjian pinjam meminjam.
    (2) Pinjaman dari badan usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
    a. Perusahaan Pembiayaan dinilai oleh lembaga independen yang sekurang-kurangnya meliputi:
    1) latar belakang perusahaan dan keadaan keuangan;
    2) kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik jangka pendek maupun jangka panjang;
    3) manajemen resiko;
    4) kemampuan memperoleh laba secara berkesinambungan;
    b. Jumlah pinjaman selain bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk setiap investor dengan jangka waktu minimal 1 (satu) tahun;
    (3) Jumlah pinjaman bagi setiap Perusahaan Pembiayaan dibandingkan jumlah modal sendiri (networth) dan Pinjaman Subordinasi dikurangi penyertaan (gearing ratio) ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 10 (sepuluh) kali.
    (4) Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berasal dari dalam negeri dan/atau luar negeri.
    (5) Pinjaman subordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), merupakan pinjaman yang diterima Perusahaan Pembiayaan dengan syarat:
    a. minimum berjangka waktu 5 (lima) tahun;
    b. dalam hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada;
    c. dituangkan dalam perjanjian tertulis antara Perusahaan Pembiayaan dengan pemberi pinjaman.
    (6) Pinjaman subordinasi yang dapat diperhitungkan dalam perhitungan gearing ratio sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebanyak-banyaknya sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari modal disetor.
    (7) Setiap pinjaman subordinasi yang diterima oleh Perusahaan Pembiayaan wajib dilaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah pinjaman diterima sesuai dengan format dalan Lampiran X.

    Pasal 26
    Perusahaan Pembiayaan dapat memperoleh pendanaan syari’ah.

    Pasal 27
    (1) Dalam menjalankan usahanya, Perusahaan Pembiayaan dapat bekerjasama dengan Bank Umum melalui Pembiayaan Channeling atau Pembiayaan Bersama (Joint Financing).
    (2) Dalam pembiayaan Channeling sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruh dana untuk pembiayaan berasal dari bank umum dan risiko yang timbul dari kegiatan ini berada pada bank umum.
    (3) Dalam pembiayaan Channeling, Perusahaan Pembiayaan hanya bertindak sebagai pengelola dan memperoleh imbalan atau fee dari pengelolaan dana tersebut.
    (4) Dalam pembiayaan Bersama (Joint Financing) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sumber dana untuk pembiayaan ini berasal dari Perusahaan Pembiayaan dan Bank Umum.
    (5) Risiko yang timbul dari pembiayaan bersama (Joint Financing) menjadi beban masing-masing pihak secara proporsional atau sesuai dengan yang diperjanjikan.

    Pasal 28
    (1) Perusahaan Pembiayaan wajib memiliki modal sendiri sekurang-kurangnya sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari modal disetor.
    (2) Perusahaan Pembiayaan yang modal sendirinya kurang dari 50% (lima puluh perseratus) modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang saham wajib menambah setoran modal sehingga sekurang-kurangnya menjadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    Bagian Kedua
    Penyertaan
    Pasal 29
    (1) Perusahaan Pembiayaan hanya dapat melakukan penyertaan modal pada perusahaan di sektor keuangan di Indonesia.
    (2) penyertaan modal pada setiap perusahaan di sektor keuangan tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima perseratus) dari modal sendiri perusahaan yang menerima penyertaan.
    (3) Jumlah seluruh penyertaan modal Perusahaan Pembiayaan tidak boleh melebihi 40% (empat puluh perseratus) dari jumlah modal disetor Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan.

    (4) Modal sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berdasarkan Laporan Keuangan Audit terakhir. 

    No comments