PILKADA : Jika KOKO Menang Lalu Siapa Yang Akan Menjalankan Pemerintahan Daerah
Pasangan tunggal pada PILKADA serentak 2018 kini semakin ramai dalam perbincangan masyarakat. Banyak yang bertanya-tanya bagaimana mekanisme jika pasangan tunggal dikalahkan oleh kotak kosong alias KOKO.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengizinkan suatu daerah yang memiliki calon tunggal bisa mengikuti pemilihan kepala daerah. Syaratnya, daerah yang bersangkutan telah mengupayakan adanya pasangan calon lainnnya dalam waktu 3 hari.
Jika dalam waktu 3 hari tidak ada pasangan calon lain maka Pilkada dengan 1 pasangan calon tetap dilakukan. Sehingga masyarakat di daerah bersangkutan bisa memilih apakah pasangan calon tunggal tersebut layak sebagai kepala daerah atau tidak.
Kalau satu pasangan calon tunggal mendapatkan suara terbanyak maka akan terpilih sebagai kepala daerah. Tapi kalau rakyat tidak menghendakinya melalui Pilkada dengan suara terbanyak, maka Pilkada ditunda ke gelombang selanjutnya.
Terpisah Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tantohowi, mengatakan jika aturan pilkada tak diubah maka potensi calon tunggal akan tetap terjadi.
Ia secara pribadi mengusulkan agar syarat jumlah kursi bagi partai diperlunak, demikian juga dengan syarat bagi calon yang ingin maju dari jalur independen, yang dalam undang-undang dikenal dengan calon perseorangan.
Undang-undang mensyaratkan calon gubernur dari jalur independen setidaknya harus didukung oleh 10% pemilih tetap jika di dalam provinsi itu terdapat kurang dari dua juta pemilih. Persentase menurun seiring dengan tingginya jumlah pemilih tetap.
Bagaimanapun Ferry Juliantono dari Gerindra mengatakan pihaknya terus melakukan kajian dan terbuka kemungkinan partainya mengusulkan perubahan aturan.
Sedangkan peneliti di Universitas Sriwijaya Palembang, Iza Rumesten, melihat pentingnya pendidikan politik untuk meminimalkan peluang atas munculnya calon tunggal di pilkada.
"Yang saya lihat partai memberikan pendidikan politik hanya menjelang pilkada atau menjelang pemilu. Kalau kita ingin memiliki warga yang melek politik, partai-partai harus memberikan pendidikan politik secara terus menerus," kata Iza.
"Ini tak hanya menjadi tugas partai tapi juga stake holder (pemangku kepentingan) yang lain seperti pemerintah."
Iza juga mengemukakan tentang penyederhanaan jumlah partai yang ia sebut bisa mencegah munculnya calon tunggal.
Di kartu suara, calon tunggal akan disandingkan dengan kolom kosong dan calon tunggal itu baru dinyatakan menang jika berhasil meraup suara setidaknya 50%.
Bagaimana jika ia dikalahkan oleh kotak kosong?
Undang-undang mengatakan calon yang kalah bisa maju dalam pemilihan berikutnya, yang bisa digelar satu tahun kemudian.
Kalau ternyata dalam pemilihan ulang calon tunggal tersebut tetap kalah, maka pemerintah akan menugaskan penjabat gubernur, penjabat bupati, atau penjabat wali kota.
"Yang ini belum pernah terjadi. Pernah hampir terjadi di Pati (Jawa Tengah), tapi setelah dihitung ulang, ternyata suara calon tunggal mencapai lebih dari 50%," kata komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi. dikutip dari laman bbc.com
No comments
Post a Comment