Dua Prinsip Dasar Atas Kesuksesan Bisnis Rasululaah SAW
Keberhasilan bisnis Nabi Muhammad
SAW sangat terkait dengan dua prinsip yang menjadi kunci suksesnya: Pertama,
keberhasilan dalam membangun kepercayaan, sehingga beliau sangat dipercaya
(al-Amin). Dengan citra dirinya sebagai al-Amin, orang-orang senang melakukan
transaksi bisnis dengan beliau dan tidak segan-segan menginvestasikan modal
mereka kepadanya. Kedua, kompetensi dan kemampuan secara teknis. Muhammad SAW
mengetahui benar cara berinteraksi dengan (calon) pembeli atau mitra bisnis.
Beliau juga mengenal pasar-pasar dan tempat-tempat perdagangan di Jazirah Arab.
Muhammad SAW memahami seluk beluk aktivitas perdagangan dan perekonomian.
Beliau memahami keuntungan suatu perdagangan dan bahaya riba serta
berbagai transaksi perdagangan yang menyalahi nilai-nilai syar‟i.
Ketika berdagang, Muhammad SAW tidak
sekedar menjual produk, tetapi beliau juga “menjual nilai-nilai” kepada
mitra bisnis dan para pelanggannya. Maksud dari “menjual nilai-nilai” adalah
senantiasa mengedepankan etika bisnis yang dijiwai dengan nilai-nilai syar‟i.
Nilai-nilai yang dijual antara lain:
sopan saat bersikap, santun kala berucap, jujur saat menjelaskan sifat/
karakter suatu produk, proporsional dalam menentukan laba dari setiap produk,
memberikan kelonggaran pembayaran kepada pelanggan yang tidak mampu, dan
berlaku adil serta transparan terhadap pelanggan atau mitra bisnis.
Dalam Islam, hakikat seorang
pedagang mengandung makna yang luas dan mendalam. Allah menegaskan bahwa
“perniagaan dengan Allah” merupakan suatu solusi agar kita dapat selamat dari
azab neraka.
Dalam perwujudannya, “perniagaan
dengan Allah” melandasi setiap aktivitas berdagang/berbisnis untuk meraih
keridhaan-Nya dan sebagai bagian dari beribadah. Kemudian menjadikan setiap
usaha/bisnis yang dijalankan tidak berlebihan dalam memandang harta dan
keuntungan materi. Nabi telah membuktikan bahwa sukses bisnis yang
digapainya, banyaknya kekayaan yang diraihnya, sama sekali tidak membuat beliau
lupa diri dan hidup dalam kemewahan. Sebaliknya, beliau memilih pola hidup yang
sederhana dan membelanjakan semua kekayaannya di jalan Allah. Sejalan dengan
memaknai bisnis/perdagangan secara Islami, Syarif (2005) mengemukakan, bahwa
bisnis yang terbaik adalah bisnis yang berkah. Bisnis yang dikatakan berkah
adalah bisnis yang melibatkan nilai (value), antara lain:
- Tidak hanya berorientasi untuk mendapatkan uang, tetapi lebih berorientasi kepada misi: mengharap keridhaan Allah.
- Mengutamakan tujuan jangka panjang (ukhrawi) dibandingkan hanya mencari keuntungan jangka pendek (duniawi).
- Menjadikan sumber daya manusia sebagai aset, bukan sebagai alat.
Maka pedagang yang senantiasa
menerapkan etika bisnis syar‟i seperti yang dicontohkan Nabi SAW, tidak akan
pernah merugi dalam menjalankan usahanya. Sebab, dalam Islam, keuntungan
tidaklah semata-mata ditinjau berdasarkan materi semata. Hakikat keuntungan
perniagaan dalam Islam sesungguhnya antara lain mencakup:
- bila kegiatan berdagang menambah amal shalih,
- dapat membantu orang lain,
- menambah ilmu dan pengalaman, dan
- menjalin silaturahim dan networking.
No comments
Post a Comment