• Breaking News

    Ingin Membela, Mertua Sanusi Malah Jadi 'Sasaran' Jaksa

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mencecar Jeffry Setiawan Tan mertua mantan Ketua Komisi D DPRD dari fraksi Partai Gerindra, Mohamad Sanusi. Sanusi didakwa menerima suap Rp 2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan melakukan pencucian uang sebesar Rp 45,28 miliar.

    "Saya menyediakan uang cash ke anak saya, kalau anak saya datang ke rumah bawa 1 koper untuk pembayaran, ada 4 kali pengantaran uang tunai yaitu awal Agustus 2014 sebesar Rp 2 miliar, pemberian kedua pada pertengahan Agustus 2014, ada Rp 1,8 miliar, pembayaran ketiga pada awal September 2014 sebesar Rp 2 miliar dan keempat pada akhir September 2014 sebesar 150 ribu dolar AS, 150 ribu dolar Singapura dan Rp 200 juta," kata Jeffry saat ditanya JPU dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/10).

    "Apa setelah dijumlahkan jumlahnya pas Rp 10 miliar?" tanya JPU KPK Ronald F Worotikan.

    "Perhitungan saya pas paling kurang sedikit, semua diserahkan semua tunai ke Evelien, biar mereka (Evelien dan Sanusi) yang menyerahkan semuanya, mekanismenya mereka yang atur," jawab Jeffy yang berprofesi sebagai penjual batik di Thamrin City dan Tanah Abang itu.

    "Usaha jual beli batik memang penghasilan saksi per bulan berapa?" tanya jaksa.

    "Saya jualan dari 1988 penghasilan sejak tahun 2000 sekitar Rp 800 juta sampai Rp 1 miliar. Saya jual batik tulis sutera senilai Rp 5 juta dan di Tanah Abang itu tidak ada pembukuan karena mereka datang dari Aceh sampai seluruh Indonesia," jawab Jeffry.

    "Jadi sumber pembayaran uang kontan tadi dari mana?" tanya jaksa. Jeffy ditanya tentang pembelian rumah di Jalan Saidi, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Rumah itu sudah disita KPK karena diduga rumah dan furniture seharga Rp 16,5 miliar ini dibeli dengan uang hasil tindak pidana korupsi

    "Saya memang selalu simpan uang kontan di rumah," jawab Jeffry.

    "Simpan uang di rumah sampai Rp 10 miliar? Apa tidak takut dimakan rayap atau dirampok?" tanya jaksa.

    "Iya, karena kalau menghadapi pengrajin dari Solo, Pekalongan dan daerah lain biasanya perlu uang kontan bukan transfer, mungkin dulu rampok tidak menyangka saya simpan uang tunai di rumah, baru sekarang saya takut," jawab Jeffry.

    Jeffry pun mengaku menyimpan uang dalam bentuk dolar karena melayani pembeli-pembeli dari luar negeri seperti Singapura dan Malaysia. "Apa ada bukti pembelian dolar?" tanya jaksa.

    "Tidak ada karena kadang saya membeli sedikit-sedikit lalu saya kumpulkan. Tapi saya juga ada rekening dolar di bank BII hanya itu untuk simpanan saja dan untuk masa tua, sedangkan uang di rumah untuk perputaran saya," jawab Jeffry.

    Namun General Mangaer Kredit Bank Mitra Niaga Andri Husein yang juga menjadi saksi dalam perkara itu mengatakan bahwa Jeffry mengajukan pinjaman Rp 1,5 miliar untuk membeli rumah di Jalan Saidi tersebut. Dalam penilaian perusahaannya, Jeffry hanya punya penghasilan Rp 130 juta.

    "Berdasarkan analisa keuangan kami satu per bulan Pak Jeffry senilai Rp 300-500 juta per bulan sedangkan toko lain adalah Rp 200-250 juta, namun untuk biaya operasional toko Rp 50 juta, pengeluaran rumah tanggal Rp 15 juta, sekolah Rp 10 juta, listrik Rp 6 juta, kartu kredit Rp 6 juta, utang Rp 11 juta ditambah utang dengan margin 20-25 persen ada pengeluaran 75 persen sehingga penghasilan Pak Jeffry menjadi Rp 80 juta dan Rp 30 juta jadi totalnya Rp 130 juta," ungkap Andri.

    Dengan penghasilan itu, Andri tetap menganggap Jeffry tetap bisa melunasi pinjaman Rp 1,5 miliar dengan cicilan Rp 51 juta per bulannya.

    Dalam perkara ini Sanusi didakwakan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

    Sedangkan dalam dakwaan kedua, didakwa menyamarkan harta kekayaan sejumlah Rp 45,28 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi selaku anggota Komisi D periode 2009-2014 dan 2014-2019 dengan dakwaan pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP mengenai tindak pidana pencucian uang aktif dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp 10 miliar.

    Source : merdeka.com

    No comments