Kisah Kapal Laut Pengangkut Jemaah Haji Dipailitkan
Dulu, kapal laut sempat menjadi andalan bagi rakyat Indonesia untuk berangkat haji ke Tanah Suci. Kaum Muslim Nusantara rela terapung di samudera selama berminggu-minggu, bahkan sampai sebulan, menuju Arab Saudi.
Tak jarang pula ada calon jemaah haji yang wafat di atas kapal, sebelum sampai ke Tanah Suci. Dan biasanya, waktu di atas kapal ini banyak dimanfaatkan kepala rombongan untuk memberi atau mematangkan manasik haji.
Namun, pengalaman ini tak dirasakan oleh jemaah haji setelah tahun 1979. Sebab, kapal-kapal pengangkut calon jemaah haji dari Indonesia terakhir kali beroperasi pada tahun itu.
Sebenarnya, kapal laut yang menajadi modal pengangkut calon jemaah haji sejak zaman Belanda itu masih berjaya hingga era 1960-an. Meskipun pesawat pengangkut jemaah haji sudah beroperasi sejak 1952.
Calon jemaah haji kala itu masih memilih kapal laut karena tarifnya jauh lebih murah. Sehingga, sebagian calon jemaah masih menjatuhkan pilihan ke kapal laut. Membelah samudera menuju Tanah Suci.
Berapa Tarifnya?
Pada 1952, perbandingan ongkos naik kapal hanya separuh dari biaya naik pesawat. Menurut laman Harian Pelita, harga naik pesawat ke Tanah Suci kala itu mencapai Rp 16.691, sementara kapal laut hanya Rp 7.500. Saat itu, hanya 293 jemaah yang naik pesawat, sedangkan kapal laut ada 14.031 orang.
Pada 1964, satu-satunya perusahaan yang mengoperasikan kapal-kapal pengangkut jemaah haji dari Indonesia adalah PT Arafat. Mereka mengerahkan sejumlah kapal, antara lain KM Gunung Jati, Tjuk Nyak Dien, Pasifik Abeto, dan lain-lain.
Kapal-kapal tersebut dapat membawa penumpang dari Indonesia ke Timur Tengah kurang lebih satu bulan. Biaya haji dengan kapal laut kala itu sebesar Rp 400.000. Tarif itu hanya seperempat ongkos naik pesawat yang besarnya mencapai Rp 1.400.000.
Haji Laut Tergerus
Memasuki dekade 1970an, pamor kapal laut mulai pudar. Pengiriman jemaah haji melalui pesawat terbang mulai mendominasi. Ini disebabkan biaya antara pesawat dengan kapal laut menjadi tak jauh beda.
Pada tahun 1974 misalnya, biaya haji udara Rp 560.000, sedangkan haji laut Rp 556.000. Jamaah udara kala itu mencapai 53.752 orang, sedangkan yang pakai kapal laut hanya 15.396 jemaah.
Haji Laut Dipailitkan
Nasib haji laut terhenti pada tahun 1979, ketika PT Arafat dinyatakan pailit lewat SK Menteri Perhubungan No SK-72/OT.001/Phb-79. Keputusan ini diambil karena PT Arafat tidak mampu mengurusi haji laut lagi.
Apalagi saat itu biaya haji laut lebih mahal daripada haji udara. Tahun 1978 misalnya, biaya haji udara hanya Rp 766.000, sementara biaya kapal laut mencapai Rp 905.000. Jalur laut tak rasional dari segi efisiensi, baik waktu maupun biaya.
Sumber: Kementerian Agama/dream
No comments
Post a Comment