Propaganda Hollocaust Oleh Rezim Zionis
Siapa bilang kisah pembantaian kaum Yahudi saat Perang Dunia II melulu bercerita soal air mata. Datanglah ke Teheran, Iran, bulan-bulan ini. Di Museum Seni Kontemporer Palestina di kota itu, boleh jadi gambaran hollocaust itu justru membuat kita tersenyum, bahkan terpingkal.
Sejak Selasa (15/8) kemarin, di gedung itu memang digelar pameran internasional kartun hollocaust. Direncanakan berlangsung sebulan penuh, setidaknya 204 karya kartun dari berbagai penjuru dunia dipamerkan di sana.
''Kami menggelar pameran ini untuk mengetahui sejauh mana batas kebebasan ala Barat itu mereka yakini,'' kata Masoud Shojai, ketua Asosiasi Kartunis Iran, sekaligus ketua penyelenggara pameran tersebut, kepada kantor berita AFP. 'Mereka' yang dimaksud Masoud tentu saja dunia Barat, yang selama ini selalu mengusung dalih kebebasan untuk melanggar apa pun. Tak kecuali perasaan religius umat beragama lain.
Mau contoh? Satu saja, kasus kartun Nabi Muhammad, yang marak awal tahun ini. Alih-alih mawas diri, dengan dalih kebebasan itu pula, sebagian kalangan di dunia Barat justru mempertanyakan reaksi umat Islam atas munculnya kartun tersebut.
Tak perlu menunggu respons Barat, sebenarnya, karena Masoud sendiri sudah beroleh jawaban. ''Mereka bisa seenaknya menulis apa pun tentang Nabi kita. Tetapi, saat ada seorang saja mempertanyakan soal pembantaian Yahudi, dia malah didenda, bahkan dipenjara,'' Kata Masoud, menyindir.
Ucapan itu merujuk perlakuan hipokrit Barat terhadap David Irving, sejarahwan Inggris yang tidak hanya kena denda atas sikapnya yang skeptis soal hollocaust, tetapi bahkan harus meringkuk di penjara.
Tentang pameran sekaligus kompetisi kartun itu, Masoud sendiri menyatakan tidak bermaksud membantah cerita pembantaian orang-orang Yahudi di PD II tersebut. ''Kami hanya mempertanyakan, mengapa justru rakyat Palestina yang harus membayarnya?'' kata dia.
Kompetisi kartun itu sendiri berlangsung di tengah hebohnya pemuatan kartun Nabi oleh harian Denmark, Jyland-Posten, awal tahun ini. Saat itu, Asosiasi Kartunis Iran menantang para kartunis dunia untuk menuangkan ide mereka seputar hollocaust. Hasilnya, tidak kurang dari 1.100 kartun dari 60 negara masuk ke dalam daftar panitia lomba. Dari jumlah itu, 204 kartun memenuhi syarat untuk ikut dipamerkan dan berpeluang memenangkan hadiah uang. Lumayan besar, yakni masing-masing 12 ribu, delapan ribu, dan lima dolar AS untuk juara satu, dua, dan tiga.
Satu di antara nominator kartun tersebut datang dari peserta asal Indonesia, Tony Thomdean. Dengan jenaka Tony menggambarkan Patung Liberty, Dewi Kemerdekaan, tengah menggenggam daftar korban hollocaust di tangan kiri, sementara tangan kanannya memberikan salut ala Hitler. ''Heil ...!''
''Kami datang kemari untuk belajar banyak tentang pembantaian yang menjadi dasar pendirian negara Israel itu,'' kata Zahra Amoli, seorang mahasiswi yang datang berombongan ke pameran tersebut. Hari pertama pameran tersebut, kemarin, dihadiri seratusan orang pengunjung. Dengan antusias mereka berkeliling, mengamati, dan tak jarang tersenyum simpul menyaksikan kartun-kartun tersebut.
Sikap yang ditunjukkan masyarakat Iran akan hollocaust itu, tidak lepas dari sikap presiden mereka, Mahmud Ahmadinejad. Desember 2005 lalu, saat berpidato di Provinsi Sistan Baluchestan, Ahmadinejad menyatakan, Barat telah memosisikan mitos hollocaust itu melebihi keyakinan akan ketuhanan dan kenabian. ''Mereka menindak keras siapa saja yang meragukan mitos tersebut, namun membiarkan orang-orang yang mengingkari ketuhanan dan agama,'' kata Ahmadinejad, sebagaimana dikutip BBC, saat itu.
Tidak hanya itu, dalam kesempatan tersebut Ahmadinejad juga menyatakan, jika memang Barat sebagai pelaku pembantaian tersebut peduli dengan nasib bangas Yahudi, mengapa bukan sebagian wilayah Eropa, AS, Kanada, atau Alaska, yang diberikan kepada Israel sebagai tebusannya.
''Mengapa justru rakyat palestina yang harus membayar?'' kata Ahmadinejad. Ucapan itulah yang kemudian dikutip Masoud, ketua panitia pameran itu. Dalam banyak hal, hollocaust memang telah menjadi barang dagangan Barat dan tentu saja, Israel. Klaim mereka bahwa selama PD II telah terjadi pembantaian atas sedikitnya enam juta Yahudi, membuat peristiwa itu selalu dihidup-hidupkan. Tidak hanya kamp-kamp penahanan Yahudi, khususnya Kamp Auschwitz, dijadikan museum. Lebih dari 250 museum didirikan di banyak negara untuk menyokong klaim tersebut. Untuk anak-anak sekolah, di AS dan Eropa sejak lama hollocaust menjadi salah satu bahan pelajaran. Untuk masyarakat awam, kurang apa dengan munculnya film-film yang terus memamah biak persoalan itu.
Sedemikian gencarnya propaganda rezim Zionis soal hollocaust, sehingga kalangan Yahudi sendiri tak kurang yang merasa rikuh. Sejarawan Yahudi, Alfred M Lilienthal, bahkan dalam situsnya, http://www.alfredlilienthal.com,/ menyebut propaganda itu dengan hollocaust mania. Yang paling mutakhir, Tel Aviv bahkan kembali melakukan upaya mereka sejak lama, untuk menekan Majelis Umum PBB menetapkan tanggal 27 Januari sebagai ''Hari Hollocaust''.
Tidak hanya itu, seorang anggota Komite Pendataan Hollocaust AS-Polandia, Rana I. Aloy, menyatakan, dalam PD II, tidak hanya orang-orang Yahudi yang mengalami penderitaan. ''Korban paling banyak pada PD II justru adalah orang Rusia,'' kata Aloy.
Klaim hollocaust juga tidak pernah menemukan dokumen pendukung. Bahkan, laporan Palang Merah Internasional dan perundingan sejumlah pejabat negara penentang Nazi, tak pernah disebutkan keterangan soal pembakaran orang-orang Yahudi oleh Nazi tersebut.
Karena itu, tidak heran bila sejarawan Australia, Frederick Toben, pernah mengatakan bahwa Israel sepenuhnya dibentuk atas dasar kisah hollocaust. ''Karena hollocaust adalah kisah bohong, berarti Israel dibangun di atas kebohongan besar,'' kata Toben. Untuk itu, sebagaimana kemudian dialami David Irving, Toben juga mengalami pemenjaraan akibat kata-katanya itu.
Itulah kebebasan ala Barat. Di Teheran, orang-orang Iran mencoba menertawakan hal itu.
No comments
Post a Comment