• Breaking News

    NASA Memperlihatkan Dahsyatnya Kabut Asap Indonesia Dari Luar Angkasa

    Nabila Julia Rahmadani tak akan pernah bisa memahami alasan mereka yang membakar hutan dan lahan, cara yang dianggap paling gampang untuk menyingkirkan gulma, agar tanah bisa ditanami kembali. Dia juga tak tahu siapa yang bisa dimintai tanggung jawab, atas racun yang dihirup paru-parunya yang mungil.

    Nabila hanya bisa merasakan dadanya yang sesak dan batuk berkepanjangan selama 14 hari. Paru-parunya dipenuhi dahak yang menghalangi aliran oksigen. Bocah perempuan itu akhirnya mengembuskan napas terakhir pada usia belia. Ia masih 15 bulan.

    Mungkin bukan asap yang membuatnya tewas. Namun, fakta membuktikan, polusi memperparah kondisinya. "Cukup anak hamba, ya Allah, yang jadi korban," kata ibunya yang berduka. 

    Hidup ribuan warga terganggu gara-gara kabut asap. Aktivitas luar rumah nyaris tak mungkin, murid-murid tak bisa sekolah, bisnis terganggu, lalu lintas udara dan laut pun kena dampak. Penyakit makin merajalela: infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan diare.

    Jerebu juga bikin penduduk Singapura dan Malaysia sesak napas. Negeri Singa yang biasanya benderang menjadi kelabu. Menara Petronas, landmark Kuala Lumpur terselubung tirai asap. Negeri Jiran pun menuntut ganti rugi.


    Hujan yang jarang turun sebagai dampak El Nino, membuat asap tak kunjung reda. Bahkan, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mewanti-wanti, kebakaran hutan di Indonesia tahun ini bisa jadi yang terparah dalam sejarah. 

    Kemarau panjang akan mempersulit upaya pemadaman. NASA merilis citra satelit yang menunjukkan dahsyatnya asap yang berasal dari kebakaran hutan di Indonesia pada 24 September 2015. Tepatnya di atas perairan Kalimantan dan Sumatra.


    Citra itu diambil oleh instrumen Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) yang berada di Satelit Terra milik NASA.



    "Kebakaran di Indonesia tidak seperti umumnya. Sangat sulit untuk dipadamkan. Api membara di bawah permukaan tanah dalam  waktu yang lama, sering kali selama berbulan-bulan.


    Badan antariksa tersebut menambahkan, asap bersumber dari pembakaran lahan gambut yang basah di perairan Kalimantan dan Sumatra.


    "Kebanyakan pembakaran dilakukan di lahan gambut yang menganggur dan sudah dibersihkan, api menembus bagian bawah tanah yang basah, yang menjadi sumber bahan bakar tak terbatas," kata David Gaveau dari Center for International Forestry Research.

    No comments