Cara Mengatasi Pengangguran Yang Berpendidikan
PENGANGGURAN BERPENDIDIKAN
Pengangguran merupakan fenomena yang tidak akan habis dibicarakan
sepanjang masa. Berbgai macam cara yang dilakukan untuk mengikis habis
pengangguran baik oleh individu-individu, instansi pendidikan maupun
sistem pemerintahan.
Mengatasi Pengangguran Yang Berpendidikan : Menurut logika yang paling universal, langkah yang paling efektif untuk memerangi pengangguran adalah dengan menjadi kaum terpelajar. Dengan harapan semakin tinggi jenjang pendidikan akan semakin besar pula peluang untuk tidak nganggur. Akan tetapi permasalahannya adalah bahwa realita di lapangan menunjukan hukum yang sebaliknya. Semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula peluangnya untuk menganggur.
“Seorang sarjana tanpa pengalaman organisasi, seorang sarjana tanpa skil, seorang sarjana tanpa pengalaman dunia nyata, seorang sarjana tanpa mental prima, dan seorang sarjana tanpa kreatifitas adalah PENGANGGURAN.
Kata-kata di atas merupakan sebuah kutipan pidato yang disampaikan oleh pemilik buku ini, menyatakan bahwa seorang sarjana pun bisa menjadi pengangguran yaitu pengangguran berpendidikan. Walaupun sudah mempunyai ijazah akan tetapi belum mempunyai pekerjaan. Ijazah yang selalu kita lampirkan sebagai syarat melamar pekerjaan selalu ditolak oleh instansi perusahaan. Hal ini disebabkan karena dia hanya melampirkan ijazah kelulusan saja. Ia tidak mempunyai keterampilan dan skill dalam bidang-bidang tertentu. Selain itu juga belum memiliki pengalaman kerja, hal itu diperparah dengan wawasannya yang sempit, terbatas pada jurusan yang diambil. Dan hal itupun dipicu karena semasa kuliah ia sama sekali tidak meluangkan waktu sedikitpun untuk mengerjakan sesuatu selain hadir di kampus, pulang ke kos dan jalan-jalan
Dan ketika fenomena ini terjadi siapakah yang patut disalahkan? Dalam hal ini tidak ada yang salah. Kita sudah belajar, orang tua sudah membiayai kita, mengarahkan anaknya menjadi orang yang berpendidikan, kita sudah mempunyai IP yang tinggi, dosenpun telah melakukan tugasnya untuk mengajar kita. Dan kita semua yakin bahwa prestasi yang baik adalah jaminan kesuksesan. Akan tetapi di dunia nyata ini, tidak cukup hanya dengan prestasi akademik yang bagus, melainkan juga prestasi di luar kampus seperti pengalaman kerja, skill dan lain-lain.
Dunia pendidikan ini menghasilkan dua macam yaitu.
- Cendekiawan, produk dunia pendidikan yang mengimplementasikan ilmu yang didapatkan di kampuske dalam dunia nyata. Di sini dia mampu memanfaatkan kemampuannya untuk menunjang kehidupan pribadinya bahkan menolong orang lain.
- Sarjana, produk dunia pendidikan yang memiliki ilmu yang mumpuni tapi tidak mampu mempraktekan ilmu yang ia miliki di dunia nyata, sehingga ia tak kuasa menunjang kehidupannya apalagi membantu orang lain.
Kita ketahui bahwa ilmu dan skill yang bersifat praktis lebih banyak
diajarkan di program D1, D2 dan D3. Sedangkan di S1 tidak ada yang
mengajarkan hal itu. Sedangkan ilmu dan skill yang praktis inilah yang
dibutuhkan dan sangat berguna dalam mengarungi dunia nyata. Sehingga
bisa dipahami bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan kita maka tingkat
penguasaan keilmuan dan skill yang praktis semakin kecil. Dan dengan
demikian tingkat kemungkinan untuk menjadi pengangguran menjadi semakin
tinggi. Seolah-olah ada hukum yang menyatakan bahwa semakin tinggi
pendidikan seseorang maka semakin sempit pula lahan pekerjaannya.
Seseorang yang lulusan sarjana menjadi pengangguran berpendidikan dalam
waktu yang lama tapi disisi lain lulusan SLTP tidak begitu sulit
menemukan ladang mencari nafkah.
Sesungguhnya bila seorang sarjana diminta untuk menyebutkan berbagai macam lapangan pekerjaan yang ada di sekitarnya, ia dengan lancar dan fasih menyebutkan berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus lapangan pekerjaan. Tapi ia sendiri pengangguran. Kalau hanya menyebutkan berbagai macam lapangan pekerjaan, anak SD saja mampu. Tapi merealisasikannya bukanlah sesuatu hal yang mudah.
Fakta di lapangan selalu menunjukan bahwa apabila suatu perusahaan membuka lowongan pekerjaan selalu saja dibanjiri oleh pelamar. Kalau dikalkulasi, perbandingan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia dengan orang yang mencari lapangan pekerjaan sangat tidak seimbang.
Banyak sekali dijumpai orang-orang yang dari segi strata pendidikan sangat rendah, tapi ia memiliki kedudukan selayaknya orang yang berpendidikan tinggi.
Kenapa mereka mampu melakukannya? Apakah mereka pada awalnya memiliki skill tersebu?
Pada awalnya mereka sama sekali tidak memiliki skill, tapi mereka berfikir bahwa hal tersebut adalah peluang yang mungkin untuk ditekuni. Akhirnya mereka menekuni bidang tersebut sambil senantiasa mengembangkan diri hingga akhirnya dapat menguasai skill layaknya spesialisasi seorang sarjana atau bahkan lebih.
Selama berpuluh-puluh tahun banyak sekali universitas dan perguruan tinggi mencetak orang-orang yang memiliki pola pikir dan sikap “ingin menjadi pegawai” sehingga sangat wajar kalau sampai saat ini di Indonesia banjir para pencari lowongan pekerjaan. Hal ini bisa dijadikan acuan bahwa pendidikan perguruan tinggi di Indonesia dibangun untuk mencetak orang-orang yang memiliki kemampuan hebat, pandai, kompetitif, tetapi bermental kamus, hanya bermanfaat kalau ada pihak lain yang membutuhkan. Mereka seolah-olah terprogram oleh pendidikan untuk mempelajari sesuatu yang telah ada dan melakukan hal yang sudah ada. Jadi tidak kreatif dengan mempelajari suatu yang sudah ada untuk minimal memodifikasi yang telah ada itu. Hal ini disebabkan karena kreatifitas pemikiran mereka sudah terjajah oleh dunia pendidikan, mereka sudah sangat sulit untuk memikirkan bagaimana menjalani kehidupan selain kehidupan yang berorientasi pada gaji.
Kampus atau lembaga pendidikan penjajah kreatifitas otak memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
- Ia mendidik para anak didiknya untuk menjadi orang yang berpendidikan tapi bermental tempe. Maksudnya adalah orang yang tidak mengetahui kalau dia tidak tahu, orang seperti ini dibutakan oleh gelar yang diperoleh dari lembaga pendidikan sehingga ia tidak menyadari ketidaktahuannya terhadap segala sesuatu di luar konteks yang telah ia pelajari di dunia pendidikan. “masa’ sih seorang sarjana yang memiliki konteks pemikiran luas dan kemampuan skill yang tinggi melakukan pekerjaan seperti itu”. Nah orang berpendidikan yang memiliki pola pikir yang seperti itulah yang dikatakan sebagai orang yang bermental tempe.
- Ia mendidik para anak didiknya untuk menjadi orang bermental kamus. Dalam file otaknya banyak sekali tersimpan data. Ia pandai, tapi tidak akan berguna kalau tidak ada orang yang memanfaatkannya.
a. Berdasarkan tingkat pendidikan, pengangguran diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu:
- Pengangguran berpendidikan adalah orang-orang yang menganggur sedangkan mereka telah mengenyam pendidikan formal tingkat SLTA atau selebihnya. Hal ini disebabkan karena, pertama, ketidaktersediaan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Kedua, kemalasan. Ketiga, wawasan dan konteks yang sempit. Keempat, gengsi yang tidak pada tempatnya.
- Pengangguran yang tidak berpendidikan, adalah mereka yang belum mengenyam pendidikan formal yang memadai. Hal ini disebabkan karena pertama, ketidaktersediaan lapangan pekerjaan. Kedua, malas. Ketiga, tidak mempunyai wawasan.
b. Pengangguran menurut penyebabnya adalah
- Pengangguran konjungtur adalah pengangguran yang disebabkan oleh naik turunnya perekonomian suatu Negara. Contohnya, kalau Indonesia mengalami perekonomian yang menurun maka banyak perusahaan yang melakukan PHK pada karyawan secara masal.
- Pengangguran structural adalah pengangguran yang disebabkan oleh berubahnya struktur ekonomi suatu Negara. Contohnya, pada mulanya Indonesia dikenal sebagai Negara agraris, dimana pendudukannya banyak yang mata pencahariannya sebagai petani, ketika pemerintah merubah perekonomian menjadi perekonomian berbasisi industry, maka secara otomatis banyak menggusur lahan pertanian , akibatnya banyak para petani yang kehilangna pekerjaannya dan menjadi pengangguran.
- Pengangguran friksional adalah pengangguran yang disebabkan karena tidak adanya kesesuaian anatar skill yang dimiliki dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.
- Pengangguran musiman adalah pengangguran yang disebabkan oleh pengaruh pergantian musim. Contohnya, seorang bekerja sebagai tenaga Rajang tembakau. Di mana dia hanya bekerja pada saat musim tembakau saja. Sedangkan ketika musim panen tembakau telah usai, maka ia akan kembali menjadi pengangguran.
- Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang disebabkan oleh digantinya tenaga manual denagn tenaga mekanik teknologi tinggi.
- Pengangguran deflasioner adalah pengangguran yang disebabkan oleh terlalu banyaknya orang yang mencari pekerjaan dibandingkan dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.
c. Pengangguran menurut sifat rentang waktu yaitu
- Pengangguran terbuka adalah orang yang tidak bekerja sama sekali. Pengangguran jenis ini dilakukan oleh mereka yang pekerjaannya hanya diam di rumah tanpa melakukan aktifitas sedikitpun.
- Pengangguran setengah adalah orang yang terkadang bekerja dan terkadang menganggur. Bisa diartikan juga orang tersebut memiliki pekerjaan tertentu tapi tidak maksimal karena ia masih memiliki hari menganggur.
- Pengangguran terselubung adalah orang yang sudah memiliki pekerjaan tetap tetapi tidak ada pekerjaan yang dapat ia lakukan.
d. Penyebab-penyebab utama pengangguran yaitu
1) Ketidaktersediaan lapangan pekerjaan
Pada waktu tertentu di suatu daerah bisa terjadi suatu keadaan di mana orang tidak bisa menemukan lapangan pekerjaan sama sekali, otomatis tidak aka ada aktivitas tidak ekonomi. Kalau daerah kita memang terjadi suatu kondisi di mana perekonomian memang benar-benar tidak bisa diandalkan untuk menopang hidup, terlepas kamu orang yang berpendidikan atau tidak maka hijrahlah keluar daerah. Niscaya akan kau dapatkan pekerjaan.
Pada waktu tertentu di suatu daerah bisa terjadi suatu keadaan di mana orang tidak bisa menemukan lapangan pekerjaan sama sekali, otomatis tidak aka ada aktivitas tidak ekonomi. Kalau daerah kita memang terjadi suatu kondisi di mana perekonomian memang benar-benar tidak bisa diandalkan untuk menopang hidup, terlepas kamu orang yang berpendidikan atau tidak maka hijrahlah keluar daerah. Niscaya akan kau dapatkan pekerjaan.
2) Gengsi akademis
Ketika orang-orang sukses merasa bahwa pekerjaan yang paling rendah sekalipun sesuai dengan posisi mereka dan tidak gengsi melakukannya, apakah kita yang IP-nya pas-pasan, skill pas-pasan, wawasan pas-pasan dan masih menjadi pengangguran berpendidikan. Masih pantas untuk mengatakan “pekerjaan itu tidak cocok untuk saya”.?
Ketika orang-orang sukses merasa bahwa pekerjaan yang paling rendah sekalipun sesuai dengan posisi mereka dan tidak gengsi melakukannya, apakah kita yang IP-nya pas-pasan, skill pas-pasan, wawasan pas-pasan dan masih menjadi pengangguran berpendidikan. Masih pantas untuk mengatakan “pekerjaan itu tidak cocok untuk saya”.?
3) Factor kemalasan
Suatu hal yang menyebabkan seseorang menjadi pemalas adalah ketidakadaan motivasi dalam dirinya. Olaeh karena itu, agar terhindar dari kemalasan kita harus senantiasa memiliki motivasi diri. Ada sebuah rumus agar semangat diri senantiasa menggelora dalam jiwa. Yakni kita dianjurkan untuk membuat target prestasi jangka panjang dan jangka pendek.
Suatu hal yang menyebabkan seseorang menjadi pemalas adalah ketidakadaan motivasi dalam dirinya. Olaeh karena itu, agar terhindar dari kemalasan kita harus senantiasa memiliki motivasi diri. Ada sebuah rumus agar semangat diri senantiasa menggelora dalam jiwa. Yakni kita dianjurkan untuk membuat target prestasi jangka panjang dan jangka pendek.
Salah satu hal yang bisa menghilangkan kemalasan diri adalah dengan
bersilaturrahmi. Setiap orang senantiasa memiliki aura yang terpancar
dari tubuhnya. Aura yang terpancar tersebut sesuai dengan kondisi
kejiwaan dan kepribadiaan masing-masing individu. Dan aura yang
terpancar tersebut turut mempengaruhi orang-orang yang berada di
sekitarnya.
Di sinilah pentingmya arti silaturrahmi dengan orang-orang yang memiliki
semangat tinggi. Ketika kita bersilaturahmi dengan mereka, maka kita
juga akan ketularan semangat dan motivasi mereka yang terpancar dari
aura tubuhnya. Tentu saja hal itu secara bertahap bisa mengurangi
kemalasan yang bersemayam di dalam diri kita. Bahkan tidak menutup
kemungnkinan bisa melenyapkan sama sekali.
4) Tidak memiliki wawasan
Orang yang tidak memiliki wawasan, tidak memiliki kenalan alias kuper, gaptek, adalah salah satu sumber malapetaka kehidupan pada zaman ini. Terkadang pekerjaan itu ada banyak sekali di sekeliling kita, tapi karena ketidaktahuan atau mungkin karena menutup diri, kita merasa bahwa seolah-olah tidak ada satu pun lowongan pekerjaan di sekitar kita.
Orang yang tidak memiliki wawasan, tidak memiliki kenalan alias kuper, gaptek, adalah salah satu sumber malapetaka kehidupan pada zaman ini. Terkadang pekerjaan itu ada banyak sekali di sekeliling kita, tapi karena ketidaktahuan atau mungkin karena menutup diri, kita merasa bahwa seolah-olah tidak ada satu pun lowongan pekerjaan di sekitar kita.
Bukanlah suatu hal yang hina ketika ada seorang sarjana pemerintahan sambil mencari momentum untuk menjadi birokrat ia menjadi pedagang kaki lima. Bukanlah suatu hal yang hina ketika ada lulusan PGSD menjadi penjual angkringan sembari mencari lowongan menjadi PNS. Bukanlah suatu keniscayaan seorang sarjana ekonomi menjadi tukang cuci sembari mencari investor untuk konsep bisnis yang dia miliki. Tapi yang jelas ketika seorang sarjana menjadi pengangguran, maka perlu dipertanyakan kesarjanaannya. Yang intinya adalah mau bekerja keras.
d. Kreativitas Dan Pengaruhnya Terhadap Kesuksesan
Perlu kita ketahui bahwa kreatifitas bukanlah kepandaian. Kreatifitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, atau untuk memodifikasi sesuatu yang sudah ada menjadi sesuatu yang lebih secara manfaat. Sedangkan kepandaian adalah kemampuan untuk menyimpan sesuatu dalam file otak.
Makna kesuksesan sangat luas dan relative sesuai dengan posisi masing-masing. Ukuran kesuksesan juga diukur dari posisi masing-msaing. Seseorang dikatakan sukses ketika telah dapat melaksanakan sesuatu tapi belum tentu bisa dikatakan sukses ketika hal itu dilakukan oleh orang lain yang posisinya berbeda. Ciri-ciri orang kreatif adalah:
- Mereka yang selalu bisa menemukan solusi dalam setiap permasalahan yang mereka hadapi.
- Mereka yang mampu melakukan modifikasi ide.
- Mereka yang tidak gampang jenuh.
- Mereka yang mampu memberikan pencerahan dalam setiap kebuntuan.
- Mereka yang memiliki semangat hidup.
- Mereka yang selalu aktif dan dinamis.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan ketika kita ingin menjadi orang yang
kreatif. Pertama, jangan membatasi kemampuan otak dan jangan menjadikan
sesuatu yang sudah baku sebagai kebenaran atau kesalahan yang mutlak.
Semuanya tidak ada yang bersifat mutlak, segala sesuatu masih bersifat
mungkin.
Dalam kajian mahasiswa ideal, saya kategorikan mahasiswa menjadi beberapa macam, antara lain:
- Mahasiswa kumlaud, adalah mahasiswa yang memiliki IP 3,5 keatas. Biasanya mahasiswa macam ini bisa menyelesaikan studinya dalam waktu empat tahun kurang,
- Mahasiswa nyasar, adalah mahasiswa yang memiliki impian, punya cita-cita, tapi ia tidak memiliki arah pemikiran yang jelas. Ia tidak bisa membedakan mana jurusan dan spesifikasi kuliahnya. Ia kuliah mengalir apa adanya. Biasanya mahasiswa semacam ini yang banyak memilih untuk pindah jurusan dipertengahan kuliah atau bahkan pindah kampus.
- Mahasiswa setengah, adalah mahasiswa yang kuliahnya hanya dijadikan factor pendukung orientasi utamanya. Biasanya mahasiswa macam ini jarang kuliah, karena ia cenderung sibuk dan condong pada pegangan utamanya. Jadi ia kuliah bukan karena keilmuan di kuliah melainkan untuk keseimbangan status.
- Mahasiswa asal dibagi menjadi dua macam:
- Karena budaya, contoh: seorang yang seluruh keluarganya berpendidikan. Ia memiliki keluarga besar berpendidikan. Budaya dalam keluarganya adalah minimal S1 dan atas dasar inilah dia kuliah. Ia kuliah hanya untuk memenuhi kewajiban budaya.
- Karena kedudukan orang tua, contoh: seorang yang orang tuanya terkaya di daerah. Oleh karena itu ia memiliki gengsi yang tinggi. Ia berfikir bahwa orang bergengsi adalah orang yang kuliah di kampus dan jurusan bergengsi pula. Akhirnya ia kuliah di universitas bergengsi dan memilih jurusan yang paling mahal tanpa memperhatikan kemampuan dan prestasi diri.
- Mahasiswa setengah, adalah mahasiswa yang hanya memikirkan kesenangan sesaat saja. Ia sama sekali tidak memiliki orientasi ke depan . predikat mahsiswanya hanya dijadikan tameng agar senantiasa bisa mendapatkan kesenangan dari kiriman orang tua.
- Mahasiswa berprestasi, adalah mahasiswa yang memiliki dua criteria, yaitu berprestasi di kampus dan memilki kegiatan positif di luar kegiatan akademis.
- Mahasiswa ideal, adalah mahasiswa yang memenuhi tiga syarat sebagai berikut yaitu, berprestasi di kampus , ia telah memilki penghasilan sendiri dan berkarya bagi masyarakat. Kenapa mahasiswa ideal harus memenuhi tiga syarat tersebut?
Alasan pertama, karena amanat diri. Orang pergi menuntut ilmu menjadi
mahasiswa itu ibarat orang pergi berburu ke hutan. Jika mahasiswa di
ibaratkan seperti pemburu, maka kampus ibarat hutan, tempat di mana
banyak hewan buruan. Ilmu adalah hewan buruan, uang saku dan do’a dari
orang tua ibarat bekal. Menjadi suatu hal yang memalukan ketika kita
pergi berburu dengan peralatan yang lengkap, tapi kembali sama sekali
tidak mendapatkan hewan buruan. Demikian juga dengan mahasiswa yang
pergi ke kampus tapi tidak mendapatkan ilmu.
Alasan kedua, mahasiswa adalah orang-orang yang telah dewasa, orang yang telah dewasa adalah orang yang telah mampu bertanggungjawab atas kehidupan pribadinya sendiri. Dan atas dasar inilah mahasiswa ideal harus memiliki kemandirian financial.
Alasan ketiga, karena merupakan amanat masyarakat. Seorang mahasiswa adalah seorang yang memiliki derajat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan masyarakat secara umum. Dan orang yang memiliki nilai lebih harus memberikan kemaslahatan bagi orang lain dalam masyarakat. Dan atas dasar inilah kenapa salah satu syarat mahasiswa ideal harus berkarya bagi masyarakat. Berkarya bagi masyarakat adalah sebuah kegiatan yang bisa memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat.
Fenomena “pengangguran berpendidikan” merupakan hasil dari sebuah pola tertentu yang dilalui oleh individu mannusia. Banyak sekali orang belum mengetahui apa sebenarnya inti permasalahan dari fenomena “pengangguran berpendidikan’ tersebut. Dan ketika seseorang tidak mengetahui bagaimana sebenarnnya inti permasalahan itu maka secara otomatis ia tidak mengetahui apakah ia berada dalam pola tersebut atau tidak. Hasilnya, ia hanya akan meng-kambinghitam-kan sesuatu yang secara substansial bukanlah inti permasalahan.
Orang-orang yang belum mengetahui inti permasalahan dari fenomena penagngguran berpendidikan biasanya memilki alur pemikiran sebagai berikut:
Akan cenderung menyalahkan pemerintah karena tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyat, sehingga terdapat begitu banyak orang-orang berpendidikan yang menjadi pengangguran. Orang jens ini lama kelamaan akan semakin benci kepada terhadap orang-orang yang duduk di pemerintahan.
Akan memiliki kecenderungan untuk mengkambinghitamkan perusahaan yang mempekerjakan mereka dikarenakan perusahaan tersebut dianggap tidak memberikan gaji yang layak kepada mereka.
Solusi kurang solutif dari pemerintah dan lembaga dalam mengatasi pengangguran.
1. Upaya dari pemerintah
Menggalakan pengembangan usaha kecil menengah. Akan tetapi program ini boleh dikatakan tidak berhasil, mengapa? Karena, hanya ada sedikit sekali lulusan dunia pendidikan yang siap secara mental siap untuk memanfaatkan dana tersebut. Sebagian besar mereka secara mental dan keilmuan belum siap untuk menjadi wirausahawan mandiri yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan.
Menggalakan pengembangan usaha kecil menengah. Akan tetapi program ini boleh dikatakan tidak berhasil, mengapa? Karena, hanya ada sedikit sekali lulusan dunia pendidikan yang siap secara mental siap untuk memanfaatkan dana tersebut. Sebagian besar mereka secara mental dan keilmuan belum siap untuk menjadi wirausahawan mandiri yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan.
2. Upaya dari lembaga pendidikan
Mencanangkan program peningkatkan skill dan keterampilan serta keilmuan mahasiswanya agar ketika lulus mereka menjadi orang berpendidikan yang kompetitif, dan berorientasi pada satu hal, yaitu agar tidak menjadi pengangguran berpendidikan.
Mencanangkan program peningkatkan skill dan keterampilan serta keilmuan mahasiswanya agar ketika lulus mereka menjadi orang berpendidikan yang kompetitif, dan berorientasi pada satu hal, yaitu agar tidak menjadi pengangguran berpendidikan.
Program banyak yang berhasil, banyak para mahasiswa yang memiliki kompetisi tinggi. Mereka memiliki skill, keilmuan dan kemampuan yang tidak diragukan. Tapi hasilnya tidak mengena secara efektif. Setelah mereka lulus tetap saja, jumlah lapangan pekerjaan dan jumlah lulusan dunia pendidikan yang berorientasi pada mencari pekerjaan perbandingannya sama sekali tidak seimbang.
Langkah-langkah terobosan agar tidak menjadi pengangguran berpendidikan.
- Langkah pertama yang dipersiapkan bagi calon mahsiswa sebelum memilih jurusan atau program studi yang diambil di suatu perguruan tinggi adalah bagaiman menemukan visi pribadi. Ia harus mengetahui dan menyadari untuk apa dan mengapa ia kuliah. Visi pribadi itu mucul dari diri sendiri tanpa intervensi dari siapa pun, baik guru maupun orang tua.
- Temukanlah dominasi kecerdasanmu yang paling besar dan berprestasilah di situ. Karena di situlah duniamu. Dunia bagi seseorang adalah di mana dia bisa menjadi nomor satu di sana.
- Dan satu hal yang pada hakekatnya manusia memiliki kemampuan yang luar biasa. Cuma kemampuan yang dapat dilakukan oleh manusia tersebut sangat dipengaruhi oleh keyakinan dirinya. Kalau kamu yakin kamu mampu melakukan sesuatu, maka kau bisa. “if you think you can, you can.” Tapi kalau sudah pesimis tidak mampu melakukan sesuatu, maka selamanya ia tidak akan mampu ,melakukan hal tersebut.
No comments
Post a Comment