Arti Sebuah Kejujuran
Seorang sales
representative gelisah karena penyelewengan yang selama ini dia lakukan.
Sebagaimana biasa dilakukan oleh teman- temannya, ia pun merasa tidak enak jika
tidak melakukannya.
Sebagai orang lapangan, ia
biasa melakukan berbagai manipulasi, dengan cara me-mark up beberapa nota
pengeluaran maupun nota pembelian. Bon BBM yang mestinya hanya 10 liter, ia
naikkan menjadi 20 liter.
Pengeluaran biaya makan
yang hanya 10 ribu ia menjadi 15 ribu. Ketika ditugaskan berbelanja barang
untuk keperluan kantor, ia selalu meminta penjual menuliskan nilai yang lebih
dari harga yang semestinya. Atau meminta nota kosong untuk ia tulisi harga yang
ia suka.
Suatu ketika setelah
mendapatkan uang hasil manipulasi tersebut, ia teringat akan istri dan
anak-anaknya di rumah. Ia menyempatkan diri membeli makanan kesukaan mereka
(istri dan anaknya).
Ketika tiba di rumah,
istri dan anaknya menyambut kedatangannya dengan penuh suka cita. Malam itu
mereka makan dengan menu istimewa yang baru dibelinya itu. Sebelum menyantap
makanan, istrinya meminta anaknya yang berusia tujuh tahun untuk memimpin doa
sebelum makan yang sudah ia pelajari di SD.
Dan dengan polos anaknya
berdoa, “Ya, Alloh Kami
mengucap syukur atas rejeki yang engkau berikan kepada papa. Kami terima berkat
makanan ini dengan mengucapkan syukur kepada Mu , ya Alloh”.
Doa anaknya yang polos
itulah yang membuat ia merasa gelisah. Ia merasa berdosa karena telah
mencemarkan keluarganya dengan uang yang diperolehnya dengan cara yang tidak
halal.
Daripada terus menerus
memberikan nafkah yang tidak halal kepada keluarganya, ia memutuskan untuk
mengakhiri penyelewengan yang selama ini dilakukannya. Tidak cukup sampai di
situ, hati nuraninya terganggu ketika ia tahu dari seseorang tentang arti
sebuah pertobatan.
“Pertobatan tidak cukup
dengan hanya sebuah penyesalan. Tapi harus disertai dengan penyelesaian atau
rekonsiliasi dengan pihak-pihak yang pernah dirugikan, begitu katanya.
Setelah terbuka dan
berunding dengan istrinya, ia berdoa bersama dan mendapatkan dukungan dari
istrinya untuk berterus terang dan mengakui perbuatannya di hadapan
pemimpinnya, apa pun resikonya.
Ketika ia mengaku, bosnya
sangat terkejut mendengar pengakuannya. “Sebenarnya saya sudah tahu bahwa
banyak karyawan saya yang melakukan penyelewengan seperti itu. Tapi, diantara
mereka semua karyawan saya yang tidak jujur itu, hanya kamu yang berani jujur dan
mengakuinya di depan saya,”
kata bosnya...
Setelah pengakuannya itu,
bukannya dipecat, melainkan ia malah diangkat menjadi orang kepercayaan bosnya.
Wah, ternyata jujur itu mujur…
No comments
Post a Comment